TRIBUNNEWS.COM - Sebagai petani teladan di Kecamatan Cempa, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, Annas Tika (40) tak henti-henti membuat inovasi. Profesinya sebagai petani sekaligus penyuluh pertanian swadaya membuat dirinya berinovasi membuat pupuk cair dari bangkai tikus.

Hal ini bermula dari serangan hama tikus yang kerap melanda daerahnya. Berlokasi 250 kilometer utara dari Kota Makassar, Kec. Cempa sering terkena serangan hama hewan pengerat itu. Mayoritas petani di sana bahkan membiarkan sawahnya tidak digarap, atau bahkan dijual. Kerugian pun ditaksir mencapai 80% setiap tahun.

Namun, kondisi itu tak membuat Annas menyerah. Dengan penuh keyakinan, Anas terus melanjutkan profesinya sebagai petani. Bertahun-tahun tanaman padinya dimangsa tikus, hingga akhirnya ia berpikir untuk membuat perangkap tikus.

Pada mulanya ia sering mengamati perilaku tikus yang sering bersarang di pematang sawah.Di sana ia menemukan pola penyerbuan kawanan tikus pada malam hari. Lalu pada tahun 1991, ia mencoba menggunakan plastik yang dipasang di pematang untuk menghalau tikus. Namun, cara itu tidak efektif karena plastik mudah rusak.

Berbagai eksperimen pun dilakukan Annas. Hingga akhirnya di tahun 1992, ia membangun perangkap tikus dengan membangun tembok di sisi luar pematang sawah. Cara ini terbukti lebih efektif mengusir tikus yang kerap merusak padi.

Berbedal modal awal Rp 300 ribu, Annas membangun tembok perangkap tikus itu secara bertahap hingga tahun 1994. Bentuk temboknya sendiri berupa cor semen dan pasir, menyerupai benteng setinggi 70 cm dengan ketebalan 10-15 cm.

Bagian tembok luar pun dipoles semen hingga mulus. Dengan itu, tikus akan kesulitan memanjat dan menjangkau padi. Sementara bagian bawah tembok dibuat lubang berdiameter 5-7 cm. Lubang itulah yang kemudian dipasang kotak perangkap berbahan kawat ram. Nantinya tikus yang sudah terlanjur masuk perangkap sulit lolos keluar tembok.

Tahun 1999, Annas kembali melanjutkan pembangunan tembok perangkap tikusnya. Dengan perangkap tembok tersebut, produksi padi Annas tidak mengalami gangguan. Lahannya berkembang mencapai 3,5 hektar. Selama satu musim tanam, tercatat panen menjadi 4 kali dalam jangka waktu 13 bulan. Hama tikus yang menjadi momok bagi petani pun dapat diatasi.

Dalam semalam, Annas menceritakan dirinya dapat menangkap 300-400 ekor tikus. Bahkan, satu waktu pernah mencapai 800 ekor.

 

Dari Bangkai Tikus Menjadi Pupuk Cair

Keberhasilan Annas dalam menghalau tikus ternyata tak berlangsung lama. Tahun 2006 dirinya kembali mendapat tantangan. Bangkai tikus yang jumlahnya ratusan itu ternyata mencemari lingkungan sekitar. Bangkainya menumpuk hingga menimbulkan bau tidak sedap yang menyengat. Protes dari warga sekitar pun tak dapat dihindari.

Mengatasi hal itu, Annas pun mencoba membuang bangkai tikus ke saluran pembuangan air. Namun, petani lain yang memanfaatkan saluran pembuangan tersebut kurang setuju. Akhirnya, Annas pun mendapat ide membangun alat penampung bangkai tikus yang terbuat dari beton.

Alat penampung bangkai tikus itu sendiri berukuran 2 meter dengan diameter 90 cm. Alat tersebut mampu menampung bangkai tikus hingga 10.000 ekor. Saat itu Annas kembali berpikir, bangkai tikus ini mau diapakan?

Ia pun tertantang membuat kajian lebih lanjut. Ia meneliti tikus-tikus yang masuk perangkap untuk dibenamkan ke dalam air dalam drum. Kemudian ia memasukkannya ke sumur komposter yang dilengkapi penyekat untuk memisahkan limbah kasar (kulit, bulu, gigi, dan tulang tikus) dengan cairan.

Proses pengomposan yang dicoba Annas memakan waktu 6-8 bulan. Sumur komposter itu juga dilengkapi pipa sebagai kran pengatur aliran hasil pengomposan. Satu kali pengomposan rencananya dapat digunakan sampai dua kali musim tanam.

Hasil pengomposan bangkai tikus yang berupa pupuk cair itu pun dicoba di lahan persemaian milik Annas. Hasilnya mengagumkan, benih tumbuh lebih subur tanpa penggunaan pupuk kimia. Annas pun gembira inovasinya membuahkan hasil lebih maksimal.

Atas temuan dan inovasinya tersebut, banyak petani datang belajar pada Annas. Uniknya, asal petani yang datang tersebut bukan hanya dari Kab. Pinrang saja, tapi juga dari kabupaten lain di Sulawesi Selatan.

Selain itu, Annas juga sering diundang sebagai narasumber pada pertemuan mengenai hama tikus. Predikat Petani Teladan Tingkat Kecamatan tahun 2006 pun diraihnya, di samping penghargaan Petani Berprestasi tingkat Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2008, penghargaan SCTV Award tahun 2013, dan menjadi INSPIRASI INDONESIA untuk kategori Inovasi dan Penyuluh Swadaya Teladan Tingkat Nasional tahun 2013. (adv)

 

Sumber : http://www.tribunnews.com/kementan/2015/04/15/inovasi-pupuk-cair-dari-bangkai-tikus-ala-annas-tika

 


Add comment


Security code
Refresh