Oleh : Rina Ambarwati, SE[2]

 

 

Kala itu udara sangat gerah, pepohonan di lingkungan kantor belum rindang, untuk mengurangi hawa panas di siang hari beberapa kaca pada ventilasi ruangan dikurangi dengan pola 2-1, apabila ada tiga ventilasi berjajar, posisi tengah dibuka. Setelah beberapa hari dirasakan udara ruangan cukup sejuk. Ruang kerja lebih nyaman.

Setelah itu, gorden-gorden yang selama itu tak terawat dengan baik, satu persatu di rawat, jendela-jendela yang tidak langsung tampak oleh masyarakat umum dikurangi gordynnya, sehingga bila sebelumnya gordyn dan vitras bergelantungan mengganggu pandangan menjadi lebih simpel dan rapi, dan setelah berjalan beberapa hari terasa bahwa ruang kerja terasa lebih terang, bekerja lebih nyaman, dan tak lagi dibutuhkan pencahayaan ruang kecuali pada saat mendung. Akirnya kondisi nyaman ini menjadi kebiasaan.

Dalam perjalanan waktu, air bersih terkadang mati, kamar mandi sistem kolah yang dimiliki kantor kami teramati krang efisien, apabila air mati, persediaan tersedia, namun apabila menguras, volume air yang terbuang percuma sangatlah banyak. Dengan berbagai keterbatasan, dengan pertimbangan kontinyuitas ketersediaan air bisa terjangka di rancanglah konsep ground-tower untuk mengelola air kantor. Kamar mandi yang sebelumnya sistem Kolah yang menyita ruang yang cukup besar diubah menjadi sistem shower yang lebih efisien. Dengan luasan ruang yang sama, yang sebelumnya hanya ada dua kamar mandi dan 1 urinoir pria, terciptalah rest area pegawai dan tamu yang dilengkapi 4 WC, 1 urinoir pria serta uang rias wanita. Setelah tertata sedemikian rupa, nyaris tidak pernah terjadi permasalahan air, serta penggunaan air lebih irit. Tidak pernah terjadi antrean ke kamar mandi.

Dengan pemahaman untuk kemaslahatan akhirnya semua pegawai di kantor kami memahami, menyepakati, untuk membangun tatanan internal penggunaan air dan listrik. Sebelum masuk kamar mandi harus mengganti alas kaki dengan alas kaki khusus kamar mandi, juga peringatan-peringatan agar menggunakan air secukupnya. Paa giliran yang lain, kebijakan penggentian lampu yang putus harus dengan lampu hemat energi.

 

Seiring perjalanan waktu kebijakan dan kesepatan yang terbangun berjalan tersosialisasikan dengan baik, mengalir dan membudaya, pada tahun 2014 Kantor Penelitian, Pengembangan dan Statistik berkesempatan mengikuti lomba hemat energi dan air tingkat jawa tengah, dan ternyata apa yang telah dibudayakan di kantor tersebut merupakan point-point penilaian, dan alhamdulillah Kantor Litbang dan Statistik Kota Magelang, mampu mencatatkan diri sebagai Juara pertama Lomba Hemat Energi dan Air Tingkat Jawa Tengah Tahun 2014.

 Pada tahun 2015 telah mempersiapkan lebih baik, namun karena kepadatan tugas saat itu, tidak mendaftar lomba. Pada tahun 2016 kembali mendaftar, namun karena peserta lainnya yang maju adalah Setda maka untuk kota Magelang walaupun yang mendaftarkan diri adalah kantor litbang dan statistik, namun yang di fact fanding oleh Tim penilai adalah Setda Kota Magelang, dan terinformasi Setda Kota Magelng juga memperoleh pernghargaan.

Itulah budaya yang dirintis dan dikembangkan karena kecintaannya terhadap lingkungan dan energi membawa berkah baik bagi Kantor Litbang dan Statistik dan Pemerintah Kota Magelang pada umumnya.

 

 



[1] catatan pengalaman lomba hemat energi 2014

[2] Staf seksi Litbang Ekonomi Sosial pada Kantor Penelitian, Pengembangan dan Statistik Kota Magelang

Add comment


Security code
Refresh